Langsung ke konten utama

Tafsif Israiliyat

Tafsir Israiliyat
Dosen Pengampu : Dr. H. Yasmaruddin Bardansyah, Lc., MA
        Abdhul Ghani, S.pd.I, M.Ed





Disusun Oleh :
Siti Nurjana (11960120892)



Kelas 2E
Fakultas Psikologi Uin Sultan Syarif Kasim Riau
2020





Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas kehadirat-Nya yang telah memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada saya sehingga makalah ini dapat saya selesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Saya menyadari sekali bahwa makalah ini jauh dari ketidaksempurnaan baik dari segi bentuk  penyusunannya ataupun secara keseluruhannya. Apabila terdapat salah penulisan dalam makalah ini saya mohon maaf yang sebesarnya karena saya juga masih dalam tahap belajar.

Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhirnya, dengan tulus hati saya mengucapkan terima kasih kepada kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah sederhana ini, dan juga kepada para  pembaca yang telah membaca makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang  baik untuk kita semua. Aamiin.


Pekanbaru, 23 Juni 2020

Penulis



Daftar Isi

KATA PENGANTAR…………………………………………………….………………........

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….......

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………...........

1.1  Latar Belakang……………………………………………….............

1.2  Rumusan Masalah…………………………………………...............

1.3  Tujuan……………………………………………………..................

BAB II PEMBAHASAN………………………………………..…………………............

2.1  Pengertian Tafsir Israiliyat…………………………………….........

2.2  Latar Belakang Adanya Tafsir Israiliyat……………………….........

2.3  Pembagian dan Contoh Tafsir Israiliyat……………………….........

2.4  Kisah Israiliyat Nabi Yusuf…………………………………….........

2.5  Sikap Muslim pada Tafsir Israiliyat…………………………............

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………......

3.1  Kesimpulan……………………………………………………........

3.2  Saran ……………………………………………………………......

DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

        Quran merupakan ayat suci yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Al-Quran diturunkan dengan berangsur-angsur  agar Nabi Muhammad mudah memahami dan menghafalnya. Al-quran diturunkan sebagai pedoman bagi umat islam bukan hanya sekedar bacaan tetapi juga diamalkan. Seluruh isi Al-quran benar adanya dan tidak ada yang diragukan.
         Dalam memahami Al-Quran juga agar bisa mengamalkan isi Al-Quran, manusia tidak bisa hanya membaca Al-Quran dan terjemahan nya saja. Selain diperjelas dengan hadist/Assunnah, al-quran juga harus ditafsirkan oleh ahlinya. Dibutuhkan para ulama atau para ahli tafsir untuk menafsirkan isi ayat Al-Quran, karena ayat Al-Quran tidak sepenuhnya langsung bisa dipahami dengan logika manusia awam. Para ulama mencurahkan segenap perhatiannya dalam tafsir al-Qur’an dengan tujuan mendapatkan pengetahuan tentang apa yang dikehendaki oleh Allah SWT., sehingga al-Qur’an dapat difahami dengan baik dan diamalkan dengan benar. Pemahaman terhadap al-Qur'an tersebut yang tidak tetap, selalu berubah sesuai dengan kemampuan orang yang memahami isi kandungan al-Qur'an itu. Hal ini akan terus berkembang sejalan dengan tuntutan dan permasalahan hidup yang dihadapi manusia, maka di sinilah celah-celah orang yang ingin menghancurkan Islam berperan. Perlu banyak ilmu untuk bisa menafsirkan Al-Quran untuk kemudian diamalkan. Pada saat sekarang ini, sudah banyak kitab-kitab tafsir yang bisa dijadikan rujukan dalamm memahami Al-Quran.
Salah satu bentuk penafsiran Al-Quran ialah Tafsir israiliyat.

1.2  Rumusan Masalah

a.       Apa pengertian tafsir israiliyat?
b.      Apa latar belakang adanya tafsir israiliyat?
c.       Bagaimana pembagian dan contoh tafsir israiliyat?
d.      Bagaimana kisah israiliyat Nabi Yusuf?
e.       Bagaimana sikap muslim pada tafsir israiliyat?

1.3  Tujuan

a.         Mengetahui pengertian tafsir israiliyat.
b.         Mengetahui latar belakang adanya tafsir israiliyat.
c.         Mengetahui pembagian dan contoh tafsir israiliyat.
d.        Mengetahui kisah israiliyat Nabi Yusuf.
e.         Mengetahui sikap muslim pada tafsir israiliyat.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Tafsir Israiliyat

          Israiliyat adalah berita yang dinukil dari orang Bani Israil, baik yang beragama Yahudi atau Nasrani. Dan umumnya berasal dari masyarakat Yahudi. Israiliyat (Arab: اسرائیلیات, Isra'iliyat, arti harfiah: "dari Isra'il") adalah cerita-cerita yang kerap kali dibawa oleh orang-orang Yahudi yang masuk Islam [1]. Ini berbeda dari hadits yang dipercaya sebagai ucapan, tindakan, atau diamnya Nabi Muhammad. Cerita-cerita israiliyat umumnya berupa berbagai cerita dan tradisi non-Alkitab Yahudi (bahasa Ibranimidrashim) serta Kristiani yang memberikan informasi atau interpretasi tambahan mengenai kejadian atau tokoh yang disebutkan di dalam kitab-kitab suci Yahudi.
            Israiliyyat secara etimologis adalah bentuk jamak dari kata Israiliyyah; Isim (kata benda) yang dinisbatkan pada kata Israil, dari bahasa lbrani yang berarti hamba Tuhan.[1] Dalam pengertian lain israiliyyat dinisbatkan pada nabi Ya’kub, bin Ishaq bin Ibrahim. Sedangkan istilah Yahudi adalah sebutan bagi Bani Israil.[2] Hal ini sesuai dengan hadis riwayat Abu Daud dan Ibnu Abbas: “Sekelompok orang Yahudi telah mendatangi Nabi, lalu beliau bertanya kepada mereka‘, “Tahukah kamu sekalian bahwa sesungguhnya Israil itu adalah nabi ya’kub? ” Lalu mereka menjawab, “Betul” Kemudian Nabi berdoa, “wahai Tuhanku, saksikanlah pengakuan mereka ini.[3]
            Dari segi terminologi, kata Israiliyyat, walaupun pada mulanya hanyalah menunjukkan riwayat yang bersumber dari kaun Yahudi namun pada akhimya para ulama ahli tafsir dan ahli hadis menggunakan istilah tersebut dalam arti yang lebih luas lagi. Israliyyat adalah seluruh riwayat yang bersumber dari orang Yahudi dan Nasrani serta selain dari keduanya yang masuk dalam tafsir maupun hadis. Ada pula ulama tafsir dan hadis yang memberi makna israiliyyat sebagai cerita yang bersumber dari musuh-musuh Islam, baik Yahudi, Nasrani ataupun lainnya.[4]

2.2 Latar Belakang Adanya Tafsir Israiliyat.

           Masuknya cerita-cerita israiliyat kedalam tafsir dan hadis di dahului oleh masuknya kebudayaan Arab zaman jahiliyah. Pada waktu itu hidup ditengah – tengah orang Arab segolongan Ahli Kita, yaitu kaum Yahudi yang pindah ke Jazirah Arab sejak dahulu. Perpindahan itu terjai secara besar-besaran pada tahun 70 M.[6]. Mereka hijrah ke jazirah Arab dengan membawa kebudayaan yang mereka ambil dari kitab-kitab agama mereka. Dan uraian cerita yang terdapat dalam kitab itu mereka terima sebagai warisan dari Nabi atau Ulama mereka, dan mereka wariskan dari generasi ke generasi. Adapun tempat yang dijadikan oleh mereka sebagai tempat untuk mengkaji kebudayaan mereka tersebut dinamakan dengan Midras.
             Diantara kaum Muslimin dengan orang Yahudi sering mengadakan pertemuan untuk melakukan perdebatan dan diskusi. Lebih pentingnya lagi adalah masuknya Islam ke beberapa golongan Yahudi, seperti Abdullah bin Salam, Abdullah bin Suraya, Ka’ab Al-Ahbar dann lain-lain yang pada umumnya mempunyai pengetahuan yang luas mengenai kebudayaan Yahudi.[7] Yang layak untuk disesali adalah Pertumbuhan tafsir merupakan sikap sebagian tabi’in yang sangat besar perhatiannya kepada isroiliyat dan nashroniyyat. Oleh karena itulah semakin banyaknya tafsir dengan isroiliyat dan nashroniyyat itu. Mereka menerima berita dari orang Yahudi dan Nashroni yang masuk Islam, lalu mereka memasukkannya kedalam tafsir dengan tidak lebih dahulu mengoreksinya lagi.[8]
Pemuka riwayat yang israiliyat dan nashraniyat ialah Wahab ibn Munabbih seorang Yahudi dari Yaman yang memeluk Islam. dia banyak meriwayatkan israiliyat seperti yang kita jumpai dalam tafsir Ibnu Jarir ath-thabari. Oleh karena itu sebagian para tabi’an banyak menerima israiliyat dan nashraniyyat dan memasukkannta kedalam bidang tafsir, maka Malik Ibn Anas menolak riwayat Qatadah banyak meriwayatkan israiliyat.[9]

2.3 Pembagian dan contoh Tafsir Israiliyat

Pembagian contoh tafsir israiliyat menurut para ulama terbagi tiga.

Pertama, berita yang diakui kebenarannya dalam Islam. Berita israiliyat semacam ini boleh dibenarkan. Dan yang menjadi standar dalam hal ini adalah dalil Alquran atau hadis shahih.

Kedua, berita yang didustakan dalam Islam; berita semacam ini statusnya batil, dan wajib diingkari. Misal, Nabi Isa adalah putra Allah, atau seperti yang disebutkan dalam hadis Jabir berikut:

Orang Yahudi mengatakan, jika seorang suami mendatangi istrinya dari belakang maka anaknya nanti juling.”

Kemudian Allah dustakan anggapan orang Yahudi ini dengan menurunkan firman-Nya:

نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ

Istri kalian addalah ladang bagi kalian, maka datangilah ladang kalian, dari mana saja yang kalian inginkan.” (QS. Al-Baqarah: 223)

(HR. Bukhari 4528 dan Muslim 1435)

Ketiga, berita yang tidak dibenarkan dan tidak didustakan dalam Islam. Status berita semacam ini disikapi pertengahan (tawaquf), tidak boleh didustakan, karena bisa jadi itu benar, dan tidak dibenarkan, karena bisa jadi itu dusta.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan, “Orang ahli kitab membaca Taurat dengan bahasa ibrani dan menafsirkannya dengan bahasa Arab kepada kaum muslimin.”

Janganlah kalian membenarkan ahli kitab dan jangan pula mendustakannya, namun ucapkan: Kami beriman dengan kitab yang diturunkan kepada kami (alquran) dan kitab yang diturunkan kepada kalian.” (HR. Bukhari, 4485)

Hanya saja, dalam syariat kita, dibolehkan menceritakan berita Bani Israil, tanpa untuk tujuan diimani dan dibenarkan atau didustakan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

بلغوا عني ولو آية، وحدثوا عن بني إسرائيل ولا حرج، ومن كذب على متعمدا فليتبوأ مقعده م النار

Sampaikanlah dariku meskipun hanya satu ayat. Sampaikan kabar dari Bani Israil, dan tidak perlu merasa berat. Siapa yang berdusta atas namaku, hendaknya dia siapkan tempatnya di neraka.” (HR. Bukhari 3461)

2.4 Kisah Israiliyat Nabi Yusuf

            Kisah Nabi Yusuf termasuk  kisah panjang sekaligus memiliki banyak pelajaran didalamnya. Ujian-ujian yang di dapatkan oleh Nabi Yusuf yang dihadapi penuh dengan kesabaran dan ketabahan membuat hidup Nabi Yusuf menjadi lebih baik di kemudian hari,Beliau mendapatkan tahta, wanita dan kekuasaan dengan izin Allah tanpa menyalahgunakan semua yang ia punya. Keluarga yang berkhianat dengannya tak pernah ia benci sedikitpun. Bahkan beliau tetap membantu saudara-saudara nya ketika kesulitan melanda. Adapun beberapa pelajaran yang bisa diambil dari kisah Nabi Yusuf antara lain ialah kepatuhan terhadap orang tua, ketabahan dalam menghadapi ujian, menjaga hawa nafsu terhadap lawan jenis, dan selalu tetap pendirian pada kebenaran.

           Dalam kisah Nabi Yusuf a.s. Allah swt menonjolkan akibat yang baik dari kesabaran, dan bahwa kesenangan itu datangnya sesudah penderitaan. Berangkat dari sini penulis tertarik untuk meneliti kisah Nabi Yusuf Khususnya dalam prespektif tafsir Mara>h Labi>d karya Syaikh Nawawi, salah seorang ulama Indonesia yang tafsirnya telah menjadi rujukan utama dalam dunia pesanten di Indonesia. Hal ini menjadikan pemikiran Syaikh Nawawi otomatis tersebar luas di kalangan ulama dan para da’i di Indonesia, salah satu problem yang dihadapi para ulama atau da’i adalah ketika menukil kisah yang ada dengan tanpa mengetahui kesahihan dari kisah tersebut, sehingga kadang kala membuat apa yang disampaikan bisa bertentangan dengan ‘usmah al-anbiya. Tesis ini secara khusus membahas tentang riwayat Israiliyyat kisah Yusuf dalam tafsir Mara>h Labi>d dan bagaimana sikap Syaikh Nawawi dalam menghadapi riwayat Israiliyyat. Pembahasan dengan menggunakan metode kritik matan ( naqd matn) ini menjadikan tafsir Mara>h Labi>d sebagai rujukan utama. Penelitian terhadap tesis ini menghasilkan konklusi, Syaikh Nawawi dalam menjelaskan ayat-ayat tentang kisah (khususnya kisah Yusuf) dengan menggunakan sumber Israiliyat, lebih banyak menggunakan riwayat dari pada ra’yu, dengan meminjam istilah al-Zahabi sebagai ‚min ba>b al-tagli>b‛. Tafsir Mara>h Labi>d merupakan tafsir yang termasyhur dalam mengemukakan cerita-cerita Isra>iliyya>t, tanpa menyebut sanadnya secara lengkap, sesekali saja memberikan isyarat akan keda’ifannya, dan menjelaskan ketidaksahihannya, namun seringkali hanya meriwayatkan apa yang diriwayatkan tanpa memberikan penilaian atau komentar sama sekali walaupun ternyata apa yang dikemukakan itu bertentangan dengan prinsip-prinsip syara’. Syaikh Nawawi mengemukakan kisah atau cerita Israiliyat dengan mencukupkan diri dengan ungkapan: dikatakan ( قيل ), Ahli Sejarah dan cerita berkata, dan sebagainya. Dengan demikian, dapat disimpulkan pula bahwa peran ra’yu dalam menerima Israiliyat pada tafsir Mara>h Labi>d baru pada dataran deskriptif atau hanya mengemukakan beberapa kisah dengan versi yang berbeda dari beberapa sumber Israiliyyat, belum sampai pada dataran analitik, yakni memberikan penilaian mana riwayat Israiliyyat yang sahi<h dan mana yang da’if. Syaikh Nawawi tidak secara kritis menanggapi riwayat Israiliyyat yang ada dalam surat Yusuf, meski dalam satu tema tertentu terlihat banyak versi riwayat yang saling kontradiktif. Syaikh Nawawi yang tidak konsisten dalam meneliti sumber riwayat (naqd sanad).

2.5 Sikap Muslim Pada Tafsir Israiliyat

          Tidak dimungkiri bahwa jiwa kita sering cenderung ingin mengetahui sesuatu lebih lengkap. Oleh sebab itu, ada sebagian kaum muslimin yang bertanya tentang rincian ihwal umat-umat terdahulu kepada saudaranya yang sebelumnya berasal dari kalangan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani), yang mungkin dipaparkan lebih lengkap dalam Taurat dan Injil.

          Namun, belum tentu mufasir yang memasukkan berita Israiliyat ke dalam tulisan mereka menjadikannya sumber pemahaman, arahan, dan pedoman hukum. Alasan mereka umumnya adalah untuk menutupi celah sejarah yang diyakini kaum muslimin bahwa itu pernah ada, sedangkan al-Qur’an dan sunnah, tidak menguraikan secara rinci sejarah awal penciptaan alam semesta dan berita umat-umat terdahulu. Al-Qur’an dan as-Sunnah menguraikan kejadian tersebut dengan sesuatu yang bisa merealisasikan tujuan hidayah dan penetapan syariat.

           Jadi, ketika pada sebagian kaum muslimin ada keinginan mendapat tambahan untuk lebih dalam mengenal rincian kisah ini, mereka bertanya kepada ahli kitab dan mendengarkan berita mereka, yang mungkin saja ada yang sahih, tetapi kebanyakannya belum jelas statusnya atau palsu. Akan tetapi, sebagian berita tersebut pada keadaan tertentu, tidak ada kaitannya sama sekali dengan agama yang mulia ini, sehingga tidak merugikan kaum muslimin apakah mereka menerima kebenarannya ataukah sebaliknya (menolaknya red.), selama tidak bersentuhan dengan prinsip keyakinan dan hukum syariat.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Al-Qur’an hanya menyajikan beberapa fragmen yang berkaitan dengan substansi tema yang mengandung pelajaran, sedangkan kitab-kitab yang lain mengungkapkan secara panjang lebar dan menjelaskan rincian serta bagian-bagiannya. Hal ini membuka peluang masuknya kisah-kisah yang bersumber dari tradisi Yahudi maupun Nasrani ke dalam khazanah Islam, baik dalam penafsiran Al-Qur’an maupun hadits. Hingga muncul lah tafsir israiliyat.

Al-Qur’an hanya menyajikan beberapa fragmen yang berkaitan dengan substansi tema yang mengandung pelajaran, sedangkan kitab-kitab yang lain mengungkapkan secara panjang lebar dan menjelaskan rincian serta bagian-bagiannya. Hal ini membuka peluang masuknya kisah-kisah yang bersumber dari tradisi Yahudi maupun Nasrani ke dalam khazanah Islam, baik dalam penafsiran Al-Qur’an maupun hadits. 

Kita sebagai umat muslim, boleh mempercayai atau membenarkan tafsir israiliyat jika tidak bertentangan dengan kebenaran islam. Jika menyimpang dari kebenaran islam maka itu wajib diingkari. Tidak ada salahnya kita mencari asal muasal tafsir yang menjadi rujukan penceramah-penceramah agar kita tidak tersesat dan tidak berada dalam keraguan.



Daftar Pustaka

Al-Dhahabi, Muhammad Husayn. AlIsra’iliyyat Fial-Tafsir Wa al-Hadisth. Kairoo: Majma’ al-Buhuth al-Islamiyyah, 1971.

Akbarizan, 2011, Studi Al-Qur’an, Pekanbaru : Suska Press.

Ash-Shidieqy, Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an Tafsir, (Semarang: Pustaka Rizki Putra).

Darbi, Ahmad, 2011, Ulum Al-Qur’an, Pekanbaru:Suska Press.
 
Syafe’i, Rahmat, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung:Pustaka setia.

Komentar